Jakarta - Beberapa organisasi besar Islam di Indonesia
akan berbeda pendapat dalam menentukan awal puasa, namun mayoritas akan
sama dalam menentukan hari lebaran 1 Syawal 1435H.
Muhammadiyah memulai puasa pada Sabtu, 28 Juni 2014, NU (kemungkinan) bakal memulai puasa Minggu, 29 Juni 2014. Sedangkan untuk 1 Syawal, mereka akan sepakat jatuh pada Senin, 28 Juli 2014. Bagaimana itu bisa terjadi dan bagaimana menyikapinya?
Kalender Hijriyah ditentukan oleh posisi bulan dan matahari dilihat dari bumi. Tanggal pertama Hijriyah ditentukan berdasarkan ketinggian bulan baru atau bulan sabit (Hilal) yang ada di atas ufuk barat pada saat matahari terbenam.
Salah satu dasar yang digunakan para ahli Astronomi Islam dalam menentukan kalender adalah keteraturan matahari, bumi, dan bulan beredar pada garis edarnya (QS 21:33 dan QS 36:38). Ilmu pengetahun membuktikan hal itu. Dengan ilmu Fisika, Geografi, Matematika, Astronomi dan Teknologi Informasi, manusia dapat menentukan secara tepat posisi bulan dan matahari setiap saat, dilihat dari mana saja di muka bumi.
Para ahli hisab dan rukyat akan sepakat bahwa ketika matahari terbenam pada Jumat, 27 Juni 2014 di Jakarta, bulan sudah ada di atas cakrawala atau ufuk barat, karena penentuan tinggi bulan ini ilmu pasti. Beda pendapat muncul karena beda kriteria dalam menentukan tanggal satu.
Gambar menunjukkan bulan setinggi 0,5 derajat ketika matahari terbenam 27 Juni. 2014.
Untuk mengetahui posisi dan tinggi bulan, kita dapat menggunakan salah satu program komputer, misalnya Stellarium, yang dapat dijalankan di sistem operasi komputer Linux atau Windows
Setelah Stellarium dijalankan, kita atur wilayah pengamatan di Jakarta, dan waktu Stellarium ke tanggal 27 Juni 2014 pukul 17.45 WIB. Kita arahkan pandangan Stellarium ke barat (W), lalu besarkan (zoom), sehingga kita dapat melihat posisi bulan (Moon) saat matahari (Sun) terbenam.
Ketika kita klik gambar bulan di sebelah kiri atas matahari, maka muncul penjelasan lengkap di layar kiri atas Stellarium, antara lain ketinggian (Altitude) bulan sekitar 0,5 derajat.
Pengamatan dengan komputer itu membuktikan bulan sudah ada di atas ufuk barat pada saat matahari terbenam, tapi belum dapat dilihat dengan mata maupun teropong biasa.
Di sinilah terjadi beda pendapat atau beda ijtihad (khilafiyyah), apakah awal puasa jatuh pada Sabtu 28 Juni atau Minggu 29 Juni 2014, tergantung kriteria yang digunakan untuk menentukan tanggal baru.
Tidak seperti awal puasa yang berbeda, organisasi Islam besar seperti Muhammadiyah dan NU akan sepakat 1 Syawal 1435H jatuh pada Senin 28 Juli 2014, karena ketinggian bulan pada saat matahari terbenam pada Minggu 27 Juli 2014 sekitar 4 derajat sehingga memungkinkan mata dan teropong dapat melihat.
Muhammadiyah tidak akan lebaran pada Minggu 27 Juli 2014 karena pada saat matahari terbenam pada Sabtu 26 Juli 2014 bulan masih masih minus, artinya bulan sudah lebih dahulu terbenam.
Gambar menunjukkan bulan setinggi 4 derajat ketika matahari terbenam 27 Juli 2014.
Kriteria Penentuan Hilal
Banyak kriteria dalam penentuan bulan sabit atau rukyatul hilal. Wikipedia (id.wikipedia.org/hisab_dan_rukyat) memuat empat kriteria, yaitu rukyatul hilal, wujudul hilal, imkanur rukyat, dan rukyat global.
Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan merukyat (mengamati) hilal secara langsung. Apabila hilal (bulan sabit) tidak terlihat (atau gagal terlihat), maka bulan berjalan (kalender) digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari.
Sayangnya, ketentuan usia hilal, tinggi bulan, dan sudut elongasi minimum agar bulan dapat dilihat dengan mata ini masih ada beda pendapat.
Jika harus terlihat dengan mata atau teropong, maka pada saat matahari terbenam Jumat, 27 Juni 2014, bulan belum dapat dilihat dengan mata, karena masih terlalu rendah. Bulan Sya'ban digenapkan menadi 30 hari, sehingga 1 Ramadan jatuh pada Minggu, 29 Juni 2014.
Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip: Ijtimak/konjungsi (pertemuan bulan dan matahari dilihat dari bumi) telah terjadi sebelum matahari terbenam (ijtima' qablal ghurub), dan bulan terbenam setelah matahari terbenam (moonset after sunset).
Jika dua prinsip itu dipenuhi, maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude) Bulan saat matahari terbenam. Dengan kriteria ini, hari pertama Ramadan akan jatuh pada Sabtu, 28 Juni 2014, karena ketinggian bulan 0,5 derajat pada saat matahari terbenam Jumat 27 Juni 2014.
Imkanur Rukyat (memungkinkan mata melihat bulan) adalah kriteria penentuan awal bulan dengan prinsip: jika pada saat matahari terbenam, ketinggian bulan di atas cakrawala minimum 2 derajat, dan sudut elongasi (jarak lengkung bulan-matahari) minimum 3 derajat, atau pada saat bulan terbenam, usia bulan minimum 8 jam dihitung sejak ijtimak/konjungsi.
Dengan kriteria Imkanur Rukyat, awal puasa akan jatuh pada Minggu, 29 Juni 2014, karena ketinggian bulan pada saat matahari terbenam Sabtu, 28 Juni 2014 lebih dari 11 derajat, sehingga akan terlihat dengan mata atau teropong jika bulan tidak tertutup awan. Puasa tidak akan jatuh pada Sabtu 28 Juni 2014, karena ketinggian bulan pada malam Jumat 27 Juni masih di bawah 2 derajat, sehingga tidak mungkin dilihat dengan mata atau teropong biasa.
Rukyat Global adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang menganut prinsip: jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa (dalam arti luas telah memasuki bulan Hijriyah yang baru) meski yang lain mungkin belum melihatnya.
Harapan penulis, pemerintah dapat membuat kalender yang pasti dengan salah satu kriteria, misal Wujudul Hilal atau Imkanur Rukyat, karena perbedaan pendapat ini hanya khilafiyyah, bukan sangat prinsip dalam Islam seperti rukun Iman dan rukun Islam.
Pengamatan ulang dengan teropong canggih dan komputer pada malam ke-30 tetap dilakukan untuk memastikan bahwa Allah tidak mengubah peredaran bumi, bulan, dan matahari. Wallahu a'lam bish-shawab.
*) Penulis, Rusmanto adalah Dosen dan Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Terpadu Nurul Fikri, Depok, serta mantan Pemimpin Redaksi majalah komputer InfoLINUX. Penulis dapat dihubungi melalui email rus@nurulfikri.ac.id.
Muhammadiyah memulai puasa pada Sabtu, 28 Juni 2014, NU (kemungkinan) bakal memulai puasa Minggu, 29 Juni 2014. Sedangkan untuk 1 Syawal, mereka akan sepakat jatuh pada Senin, 28 Juli 2014. Bagaimana itu bisa terjadi dan bagaimana menyikapinya?
Kalender Hijriyah ditentukan oleh posisi bulan dan matahari dilihat dari bumi. Tanggal pertama Hijriyah ditentukan berdasarkan ketinggian bulan baru atau bulan sabit (Hilal) yang ada di atas ufuk barat pada saat matahari terbenam.
Salah satu dasar yang digunakan para ahli Astronomi Islam dalam menentukan kalender adalah keteraturan matahari, bumi, dan bulan beredar pada garis edarnya (QS 21:33 dan QS 36:38). Ilmu pengetahun membuktikan hal itu. Dengan ilmu Fisika, Geografi, Matematika, Astronomi dan Teknologi Informasi, manusia dapat menentukan secara tepat posisi bulan dan matahari setiap saat, dilihat dari mana saja di muka bumi.
Para ahli hisab dan rukyat akan sepakat bahwa ketika matahari terbenam pada Jumat, 27 Juni 2014 di Jakarta, bulan sudah ada di atas cakrawala atau ufuk barat, karena penentuan tinggi bulan ini ilmu pasti. Beda pendapat muncul karena beda kriteria dalam menentukan tanggal satu.
Gambar menunjukkan bulan setinggi 0,5 derajat ketika matahari terbenam 27 Juni. 2014.
Untuk mengetahui posisi dan tinggi bulan, kita dapat menggunakan salah satu program komputer, misalnya Stellarium, yang dapat dijalankan di sistem operasi komputer Linux atau Windows
Setelah Stellarium dijalankan, kita atur wilayah pengamatan di Jakarta, dan waktu Stellarium ke tanggal 27 Juni 2014 pukul 17.45 WIB. Kita arahkan pandangan Stellarium ke barat (W), lalu besarkan (zoom), sehingga kita dapat melihat posisi bulan (Moon) saat matahari (Sun) terbenam.
Ketika kita klik gambar bulan di sebelah kiri atas matahari, maka muncul penjelasan lengkap di layar kiri atas Stellarium, antara lain ketinggian (Altitude) bulan sekitar 0,5 derajat.
Pengamatan dengan komputer itu membuktikan bulan sudah ada di atas ufuk barat pada saat matahari terbenam, tapi belum dapat dilihat dengan mata maupun teropong biasa.
Di sinilah terjadi beda pendapat atau beda ijtihad (khilafiyyah), apakah awal puasa jatuh pada Sabtu 28 Juni atau Minggu 29 Juni 2014, tergantung kriteria yang digunakan untuk menentukan tanggal baru.
Tidak seperti awal puasa yang berbeda, organisasi Islam besar seperti Muhammadiyah dan NU akan sepakat 1 Syawal 1435H jatuh pada Senin 28 Juli 2014, karena ketinggian bulan pada saat matahari terbenam pada Minggu 27 Juli 2014 sekitar 4 derajat sehingga memungkinkan mata dan teropong dapat melihat.
Muhammadiyah tidak akan lebaran pada Minggu 27 Juli 2014 karena pada saat matahari terbenam pada Sabtu 26 Juli 2014 bulan masih masih minus, artinya bulan sudah lebih dahulu terbenam.
Gambar menunjukkan bulan setinggi 4 derajat ketika matahari terbenam 27 Juli 2014.
Kriteria Penentuan Hilal
Banyak kriteria dalam penentuan bulan sabit atau rukyatul hilal. Wikipedia (id.wikipedia.org/hisab_dan_rukyat) memuat empat kriteria, yaitu rukyatul hilal, wujudul hilal, imkanur rukyat, dan rukyat global.
Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan merukyat (mengamati) hilal secara langsung. Apabila hilal (bulan sabit) tidak terlihat (atau gagal terlihat), maka bulan berjalan (kalender) digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari.
Sayangnya, ketentuan usia hilal, tinggi bulan, dan sudut elongasi minimum agar bulan dapat dilihat dengan mata ini masih ada beda pendapat.
Jika harus terlihat dengan mata atau teropong, maka pada saat matahari terbenam Jumat, 27 Juni 2014, bulan belum dapat dilihat dengan mata, karena masih terlalu rendah. Bulan Sya'ban digenapkan menadi 30 hari, sehingga 1 Ramadan jatuh pada Minggu, 29 Juni 2014.
Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip: Ijtimak/konjungsi (pertemuan bulan dan matahari dilihat dari bumi) telah terjadi sebelum matahari terbenam (ijtima' qablal ghurub), dan bulan terbenam setelah matahari terbenam (moonset after sunset).
Jika dua prinsip itu dipenuhi, maka pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude) Bulan saat matahari terbenam. Dengan kriteria ini, hari pertama Ramadan akan jatuh pada Sabtu, 28 Juni 2014, karena ketinggian bulan 0,5 derajat pada saat matahari terbenam Jumat 27 Juni 2014.
Imkanur Rukyat (memungkinkan mata melihat bulan) adalah kriteria penentuan awal bulan dengan prinsip: jika pada saat matahari terbenam, ketinggian bulan di atas cakrawala minimum 2 derajat, dan sudut elongasi (jarak lengkung bulan-matahari) minimum 3 derajat, atau pada saat bulan terbenam, usia bulan minimum 8 jam dihitung sejak ijtimak/konjungsi.
Dengan kriteria Imkanur Rukyat, awal puasa akan jatuh pada Minggu, 29 Juni 2014, karena ketinggian bulan pada saat matahari terbenam Sabtu, 28 Juni 2014 lebih dari 11 derajat, sehingga akan terlihat dengan mata atau teropong jika bulan tidak tertutup awan. Puasa tidak akan jatuh pada Sabtu 28 Juni 2014, karena ketinggian bulan pada malam Jumat 27 Juni masih di bawah 2 derajat, sehingga tidak mungkin dilihat dengan mata atau teropong biasa.
Rukyat Global adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang menganut prinsip: jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa (dalam arti luas telah memasuki bulan Hijriyah yang baru) meski yang lain mungkin belum melihatnya.
Harapan penulis, pemerintah dapat membuat kalender yang pasti dengan salah satu kriteria, misal Wujudul Hilal atau Imkanur Rukyat, karena perbedaan pendapat ini hanya khilafiyyah, bukan sangat prinsip dalam Islam seperti rukun Iman dan rukun Islam.
Pengamatan ulang dengan teropong canggih dan komputer pada malam ke-30 tetap dilakukan untuk memastikan bahwa Allah tidak mengubah peredaran bumi, bulan, dan matahari. Wallahu a'lam bish-shawab.
*) Penulis, Rusmanto adalah Dosen dan Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Terpadu Nurul Fikri, Depok, serta mantan Pemimpin Redaksi majalah komputer InfoLINUX. Penulis dapat dihubungi melalui email rus@nurulfikri.ac.id.