BAB. I
PENDAHULUAN
Jalur usaha yang turut menentukan keberhasilan
pembangunan ekonomi pada umumnya adalah pemanfaatan Sumber Daya Manusia ( SDM
). Penduduk Indonesia lebih kurang 200 juta dengan separoh diantaranyaadalah
kaum wanita, yang merupakan salah satu modal dasar pembangunan yang harus
didaya gunakan semaksimal mungkin.
Pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat ditandai dengan
tumbuhnya industry-industri baruyang menimbulkan peluang bagi tenaga kerja baik
pria maupun wanita. Sebagian besar lapangan kerja di perusahaan pada tingkat
organisasi yang rendah yang tidak membutuhkan ketrampilan yang khusus lebih
banyak member peluang bagi tenaga kerja wanita.
Tuntutan ekonomi yang mendesak, dan berkurangnya
peluang serta penghasilan di bidang pertanian pada umumnya yang tidak
memberikan hasil yang tepat dan rutin, dan adanya kesempatan bekerja di bidang
industritelah memberikan daya tarik yang kuat bagi tenaga kerja wanita. Tidak
hanya tenaga kerja wanita yang dewasa saja yang sudah dapat digolongkan pada
angkatan kerja, melainkan juga wanita yang belum dewasa yang selakyaknya masih
harus belajar di bangku sekolah juga
banyak.
Bagi tenaga kerja wanita yang belum berkeluargamasalah
yang timbul berbeda dengan masalah yang tibul pada tenaga kerja wanita yang
telah berkeluarga yang sifatnya lebih subjektif, meski secara objektif tidak
terdapat perbedaan-perbedaan yang mendasar.
Untuk itu perlu adanya perhatian lebih dari pemerintah
bagi tenaga kerja wanita. Hal ini memang sudah dilakukan pemerintah yang dapat
kita lihat dari beberapa peraturan-peraturan yang memberikan
kelonggaran-kelonggaran maupun larangan-larangan ( batasan ) yang menyangkut
hal-hal seorang wanitasecara umum, antara lain cuti hamil, kerja pada malam
hari dan sebagainya. Hal tersebut dapat mengatur para pekerja wanita akan hak
dan kewajibannya sebagai seorang pekerja.
BAB. II
PERMASALAHAN
Permasalahan yang ada pada makalah berjudul Tenaga Kerja dan Perlindungan adalah
sebagai berikut :
1.
Apakah
pengertian tenaga kerja wanita itu?
2.
Bagaimanakah perlindugan
kerja bagi tenaga keja wanita?
3.
Bagaimanakah
perlindungan khusus bagi tenaga kerja wanita?
BAB. III
PEMBAHASAN
A. Tenaga
Kerja Wanita
Tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan
baik didalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa
untuk memenuhu kebutuhan masyarakat. Hal ini sesuai denagn undang-undang Nomor
14 tahun 1969, pasal 1 tentang ketentuan-ketentuan pakok mengenai tenaga kerja.
GBHN 1988 dalam bidang peranan wanita dalam pembangunan bangsa, wanita baik
sebagai warga negara maupun sebagai sumber instansi bagi pembangunan mempunyai
hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria disegala bidang kehidupan
bangsa dalam segenap kegiatan pembangunan.
Demikian juga jika tenaga kerja wanita yang bekerja di perusahaan
atau pabrik maupun yang menjual jasa dari tenaganya, harus mendapat
perlindungan yang baik atas keselamatan, kesehatan, serta kesusilaan,
pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia
dan moral agama. Hal ini telah diterapkan dalam pasal 10 UU No. 1969, yang
berlaku baik tenaga kerja pria maupun wanita yang
menyebutnya bahwa pemerintah membina perlindungan kerja yang mencakup :
a. Norma
Keselamatan Kerja
b. Norma
Kesehatan Kerja dan hygiene perusahaan
c. Norma Kerja
d. Pemberian
ganti kerugian, perawatan dan rehabilitas dalam hal kecelakaan kerja.
Pemerintah
mempunyai kewajiban membina perlindungan kerja bagi tenag kerja Indonesia, dan
tidak membedakan antara tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja wanita. Undang-undang
No. 14 tahun 1969, pasal 2 menyebutkan bahwa : “ Didalam menjalankan
undang-undang ini serta peraturan pelaksaannya tidak boleh diadakan
diskrininasi”. Namun dalam kenyataan menunjukkan bahwa ada peraturan-peraturan
atau ketentuan yang hanya diperuntukkan sifat kodrat wanita, yang pada saat
tertentu mengalami haid, hamil, melahirkan dan sebagainya. Mengigat hal
demikian pemerintah membina perlindungan kerja yang khusus bagi tenaga kerja
wanita.
B.
Perlindungan Kerja Bagi Tenaga Kerja Wanita
Secara
umum hak dan kewajiban bagi tenaga kerja laki – laki maupun wanita adalah sama,
seperti halnya pengaturan jam kerja /
lembur, waktu kerja dan istirahat,
peraturan
tentang istirahat / cuti tahunan serta d. jaminan sosial, pengupahan dan
sebagainya.
a.
Pengaturan jam kerja / kerja lembur Didalam
Undang – Undang nomor 1 tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya Undang –
Undang Nomor 12 tahun 1948 pasal 10 ayat 1 mengatakan : “ Buruh tidak boleh
menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu “. Ini
berarti bahwa waktu kerja dibatasi hanya dalam jangka waktu 7 jam sehari dan 40
jam seminggu. Kenyataannya banyak perusahaan yang memperkerjakan pekerjaannya
melebihi ketentuan tersebut diatas.
Hal
tersebut diperbolehkan asal ada izin dari Departemen Tenaga Kerja sebagaimana
diatur dalam pasal 12 ayat 1 peraturan pemerintah No 4 tahun 1951 pasal II sub
pasal 2 yang berbunyi sebagai berikut : Dengan izin dari kepala jawatan
perburuhan atau yang ditunjuk olehnya, bagi perusahaan yang penting untuk penbangunan
negara, majikan dapat mengadukan aturan waktu kerja yang menyompang dari pasal
10 ayat 1, kalimat pertama ayat dua dan tiga Undang – Undang kerja tahun 1948.
Didalam surat keputusan izin penyimpangan waktu kerja dan waktu istirahat
dicantumkan syarat – syarat yang harus dipenuhi oleh pihak pengusaha.
Pengaturan tentang kerja lembur tersebut diatur dalam keputusan Menteri Tenaga
Kerja No. KEP. 608/MEN/1989 tentang : “ Pemberian izin penyimpangan waktu kerja
dan waktu istirahat bagi perusahaan – perusahaan yang memperkerjakan pekerjaan
9 jam sehatri dan 54 jam seminggu “.
b. Waktu kerja dan waktu istirahat Pengaturan
jam kerja diatur dalam Undang - Undang No. 1 tahun 1951, pasal 10 ayat dan ayat
3, yaitu :
-
Setelah buruh menjalankan pekerjaan selama 4 jam terus menerus diadakan waktu
istirahat yang sedikit–dikitnya ½ jam lamanya diadakan waktu istirahat tidak
termasuk waktu jam bekerja.
-
Untuk tiap–tiap minggu harus diadakan sedikitnya satu hari istirahat. Hal ini
dimaksudkan agar para pekerja setelah menjalankan pekerjaan didalam batas waktu
tertentu setelah mendapat istirahat agar dapat segera menghadapi pekerjaan
selanjutnya, dan diharapkan produktivitas kerja akan naik dengan terjaminnya
keselamatan dan kesehatan kerja.
c. Pengaturan
istirahat / cuti tahunan Bagi tenaga kerja yang
sudah memiliki masa kerja 12 bulan berturut–turut berhak untuk mendapat
istirahat / cuti tahunan. Hal ini diatur dalam Undang–Undang No. 1 tahun 1951
pasal 14 peraturan pemerintah No. 21/54 dan diperluas dengan surat keputusan
menteri tenaga kerja dan Tranmigrasi No. 69/MEN/80 tentang perluasan lingkungan
istirahat tahunan bagi buruh. Dalam pasal 14 disebutkan bahwa:
-
Setelah waktu istirahat seperti tersebut dalam pasal 10 dan 13 buruh
menjalankan pekerjaan untuk satu atau beberapa majikan dari suatu organisasi
harus diberi izin untuk beristirahat sedikit-dikitnya dua minggu tiap-tiap
tahun - Pemberian waktu istirahat tersebut disesuakan dengan jumlah hari masuk
kerja selama 1 tahun.
d.
Jaminan sosial dan Pangupahan Agar
para pekerja dapat menjalankan pekerjaanya dengan semangat dan bergairah,
masalah jaminan sosial dan pengupahan perlu diperlukan oleh perusahaan. Jaminan
sosial yang dimaksud antara lain jaminan sakit ,hari tua, jaminan kaesehatan,
jaminan perumahan, jaminan kematian dan sebangainya. Mengenai jaminan sosial
ini sudah diatur secara normatip didalam perundangan, sehingga bagi perusahaan
yang belum atau tidak memenuhi standard yang sudah ditetapkan dapat dikenakan
sangsi. Perihal perlindungan upah diatur dalam peraturan pemerintah No. 8 tahun
1981, antara lain mengatur tentang upah yang diterima oleh para pekerja apabila
pekerja sakit, halangan atau kesusahan. Disamping itu diatur pula tentang
larangan diskriminasi antara tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja wanita
didalam hal menetapkan upah untuk pekerjaan yang sama nilainya.
C. Perlindungan yang Sifatnya Khusus untuk Tenaga Kerja Wanita
a. Kerja
malam kebutuhan dari beberapa
sektor industri menuntut tegara kerja wanita bekerja malam hari. Berdasarkan
peraturan perundangan pada prinsipnya tenaga kerja wanita dilarang untuk
bekerja pada malam hari, akan tetapi mengingat berbagai alasan, maka tenaga
kerja wanita diizinkan untuk bekerja pada malam hari antara lain : alasan
sosial, alasan teknis, alasan ekonomis.
Ketentuan
yang mengatur kerja malam tenaga kerja wanita pada pasal 7 ayat 1 UU No. 12
tahun 1984 yang menetapkan : “ Orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan
pada malam hari, kecuali jikalau pekerjaan itu menurut sifat , tempat, dan
keadaan seharusnya dijalanka oleh wanita”. Tata cara mempekerjakan tenaga kerja
wanita pada malam hari telah dikeluarkan dengan peraturan Menteri Tenaga Kerja
R.I./ No. Per.04/MEN/1989 yang terdiri dari lima pasal, antara lain, harus ada
izin dari Depnaker setempat dengan dengan syarat yang harus dipenuhi, misalnya
: mutu produksi harus lebih baik bila memepekerjakan wanita, pengusaha harus
menjaga keselamatan, kesehatan dan kesusilaan ( tidak boleh mempekerjakan
wanita dalam keadaan hamil, ada angkutan antar jemput dan sebagainya ),
penyediaan makanan ringan, ada izin dari orang tua / suami dan lain–lain. Namun
Kenyataan masih banyak perusahaan yang belum melaksanakan peraturan tersebut
misalnya tenaga kerja wanita tidak disediakan angkutan antar jemput malainkan
datang sendiri ke tempat kerja.
b.
Cuti haid Bagi wanita yang normal dan sehat, pada usia tertentu akan
mengalami haid. Didalam prakteknya, banyak wanita yang sedang dalam masa haid
tetap bekerja tanpa gangguan apapun. Tetapi kalau keadaan fisiknya tidak
memungkinkan sehingga yang bersangkutan tidak dapat melakukan pekerjaan
tersebut. Hal ini diatur dalam UU No. 1 tahun 1951, pasal 13 ayat 1 dinyatakan:
Buruh wanita tidak boleh diwajibkan bekerja pada hari pertama dan hari kedua
waktu haid. Pelaksaan dari ketentuan tersebut diatur* dalam peraturan
pemerintah No. 4 tahun 1951, pasal 1 sub pasal 1 ayat 2 : dalam menjalankan
aturan tersebut dalam UU No. 1 tahun 1951 pasal 13 ayat 1, maka majikan
dianggap tidak mengetahui tentang keadaan haid dari buruhnya, bila yang bersangkutan
tidak memberitahukan hal itu kepadanya.
c.
Cuti hamil, melahirkan
dan gugur kandungan Bagi tenaga kerja wanita yang hamil, dilindungi oleh UU
dalam pasal 13 ayat 2 dan ayat 3 yang menyatakan :
-
Buruh wanita harus diberi istirahat selama saru setengah bulan sebelum saatnya
ia melahirkan menurut perhitungan dan satu setengah bulan setelah melahirkan
anak atau gugur kandungan.
Ketentuan
tersebut dinyatakan berlaku dengan peraturan pemerintahan No. 4 tahun 1951
pasal 1 sub pasal 1 yang berbunyi : bagi tenaga kerja yang akan menggunakan hak
cutinya diwajibkan :
-
Mengajukan permohonan yang dilampiri surat keterangna dokter, bidan atau
keduanya tidak ada, dapat dari pegawai pamong praja atau sederajatnya camat.
-
Permohonan diajukan selambatnya 10 hari sebelum waktu cuti mulai. Cuti sebelum
saatnya melahirkan dimungkinkan untuk diperpanjang apabila ada keterangan
dokter yang menerangkan bahwa yang bersangkutan perlu mendapatkan istirahat
untuk menjaga kehamilannya. Perpanjangan waktu istirahat sebelum melahirkan
memungkinkan sampai selama – lamanya tiga bulan.
d.
Kesempatan menyusukan
anak Bagi tenaga kerja wanita yang masih menyusukan anak. Harus diberi
kesempatan sepatutnya untuk menyusukan anak. Didalam penjelaskan pasal 13 ayat
4 tersebut ditentukan bahwa dipikirkan oleh pemerintah kemungkinan mengadakan
tempat penitipan anak.
e.
Pengapusan perbedaan
perlakuan terhadap tenaga kerja wanita peningkatan perlindungan bagi tenaga
kerja wanita, dapat dilihat pula dengan adanya beberapa ketentuan yang
menghapuskan adanya pebedaan perlakuan terhadap tenaga kerja wanita. Adapun
ketentuan tersebut adalah : - UU No. 80 tahun 1957 tentang retifikasi konvensi
ILO No. 100 tahun 1954 mengenai upah yang sama antara laki–laki dan wanita
untuk pekerjaan yang sama nilainya. Dalam prakteknya benyak sekali keluhan dari
para pekerja wanita tersebut, misalnya :
a.
Tidak diberi kesempatan
untuk mendapatkan pendidikan tambahan atas beban perusahaan.
b.
Adanya distriminasi atas
pengupahan yang sama untuk masa kerja yang sama dan pekerjaan yang sama
nilainya, dan sebagainya.
- Peraturan
pemerintah No. 8 tahun 1981 tentang perlindungan upah yang menyatakan adanya
pemberian sanksi terhadap pelanggaran ketentuan yang telah ditetapkan tersebut.
- Peraturan menteri tenaga kerja No. per. 04/MEN/1989 tentang larangan PHK bagi
tenaga kerja wanita karena hamil atau melahirkan. Peraturan menteri ini memuat
bahwa pengusaha tidak boleh mengurangi hak–hak tenaga kerja wanita yang karena
hamil dan karena fisik dan jenis pekerjaan tersebut tidak memungkin dikerjakan
olehnya. Artinya walaupun pekerja tersebut cuti dan tugasnya dialihkan kepada
orang lain, namun haknya untuk mendapatkan upah tetapa tiap bulan dan jika ia
sudah dapat bekerja lagi maka upah tersebut harus diterima kembali. Apabila
perusahaan tidak memungkinkan untuk melaksakan peraturan tersebut, pengusaha
wajib memberikan cuti diluar tanggungan perusahaan sampai timbul hak cuti hamil
seperti yang telah ditatapkan oleh pasal 13 UU No. 1 tahun 1951. Apabila
perusahaan melanggar ketentuan yang telah disebutkan diatas pengusaha dapat
diancam atua didenda setinggi-tingginya seratus ribu rupiah sesuai dengan pasal
17 UU No. 14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja
pada pasal 6 peraturan menteri
No. 03/MEN/1989.
BAB. IV
KESIMPULAN
Di Indonesia memang tidak
dipungkiri bahwa lebih banyak tenaga kerja wanitanya daripada tenaga kerja
prianya. Untuk itu perlu adanya peraturan-peraturan yang harus dibuat untuk
mengawasi, melindungi, dan mendampingi para tenaga kerja wanita tersebut agar
mereka dalam bekerja dapat optimal.
Mengingat masih banyak perusahaan dalam
hal ini pengusaha meskipun sudah mengetahui peraturan yang berlaku tatapi tidak
melaksanakannya sebagaimana mestinya, perlu dikenakkan sanksi bagi pengusaha
yang tidak melaksanakan peraturan tersebut oleh pihak yang berwenang demi
tercapainya hubungan industrial pancasila, adanya saling membutuhkan antara
pihak pengusaha dan tenaga kerja khususnya tenaga kerja wanita.
DARTAR PUSTAKA
Mertokusumo, Sudikno. 1988. Mengenal
Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty
Tim Pengajar Hukum Perburuan. 2000. Hukum
Perburuan. --------------- : --------------
Soepomo, Imam. 1999. Pengantar
Hukum Perburuan. Jakarta : Djambatan